Philosophie pembuatan Kapal Phinisi
Mereka secara turun temurun mempercayai dan mempertahankan pembuatan perahu phinisi secara tradisional.
Para pembuat phinisi ini mempercayai ritual ruling. Ruling berisi tata cara teknik pembuatan phinisi. Seperti pencarian dan penebangan pohon, pengeringan kayu dan pemotongan kayu, perakitan, pemasangan tiang perahu, dan peluncuran phinisi.

Kayu sebagai bahan pembuat phinisi adalah kayu Bitti, Katonde, dan Welengreng. Ketiga jenis kayu ini terkenal kuat dan tahan air.
Pencarian dan penebangan pohon dilakukan pada hari yang telah ditentukan. Tanggal 5 dan tanggal 7 setiap bulan dimana perahu mulai dibuat. Orang Tanaberu meyakini bahwa angka 5 (Naparilimai Dalle’na) berarti “rejeki sudah di tangan”, sedangkan angka 7 (Natujuanggi Dalle’na) berarti “selalu mendapat rejeki”.
Setelah pemotongan kayu, ada semacam ritual. Hal ini terlihat dalam peletakan balok lunas. Balok lunas diarahkan menghadap Timur Laut. Balok lunas yang diarahkan ke Timur Laut diartikan sebagai simbol laki laki.
"menghadap ke timur laut"
Balok lunas yang lain dipasang ke arah yang berlawanan, hal ini diartikan sebagai simbol perempuan. Dalam pemotongan kayu, pantang berhenti sebelum putus. Hal ini dilakukan agar kekuatan kayu tetap terjamin.
Kalebiseang adalah ritual yang dilakukan pada saat pemasangan papan pengapit lunas. Papan-papan disusun berdasarkan ukuran dari yang terbesar hingga yang terkecil. Papan yang terkecil diletakkan di bagian bawah, sementara yang terbesar diletakkan di bagian atas. Keseluruhan papan berjumlah 126 lembar.
"susunan papan pengapit lunas"
Setelah itu dilanjutkan dengan Anjerreki, yaitu memperkuat lunas. Dilanjutkan dengan bagian buritan dipasang dan bagian kemudi bawah mulai disusun.
Setelah papan merekat kuat, pekerjaan selanjutnya adalah “allepa” atau mendempul. Bahannya adalah campuran kapur dan minyak kelapa. Campuran tersebut diaduk oleh sedikitnya enam orang selama sekitar 12 jam.

"bagian belakang perahu (buritan)"
Penggunaan bahan-bahan seperti kulit pohon barruk dan kulit buah pepaya, ada kaitannya dengan mitos penciptaan phinisi yang menggunakan kekuatan magis. Mengacu kepada mitos itu, orang-orang di Tanaberu merasa bahwa komunitas mereka sebagai mikrokosmos, yaitu bagian dari jagad raya (makrokosmos).
Hubungan antara kedua kosmos ini diatur oleh tata tertib abadi, sakral, dan telah dilembagakan oleh nenek moyang mereka sebagai adat istiadat. Kedua kosmos ini dijaga harmoninya, sehingga ada kecenderungan mempertahankan yang lama dan menolak atau mencurigai yang baru. Inilah yang kemudian menjadi penyebab mengapa mereka tidak begitu terpengaruh dengan teknologi modern. Inilah cara pembuatan kapal phinisi yang mempunyai syarat-syarat yang berhubungan dengan adatnya mereka.
Pena_dan_Kertas
AL EX
(Ismanto Dinopawe)
Komentar